BAB I
PENDAHULU
Sejarah teknologi pendidikan perlu diketahui seseorang untuk
menjadi seorang yang ahli dalam bidang teknologi pendidikan. Karena untuk
menjadi ahli dalam bidang tertentu, seseorang harus mampu memiliki pengetahuan
tentang sejarah dalam bidang bersangkutan. Bidang teknologi pendidikan meliputi
analisis masalah belajar dan kinerja, serta desain, pengembangan, implementasi,
evaluasi dan pengelolaan proses pembelajaran dan sumber daya yang dimaksudkan
dapat meningkatkan pembelajaran dan kinerja dalam berbagai pengaturan, lembaga
pendidikan khususnya dan tempat kerja. Profesional di bidang teknologi pembelajarn sering menggunakan prosedur
teknologi pembelajarn
yang sistematis dan menggunakan berbagai media pembelajaran untuk mencapai
tujuan yang ditentukan. Selain itu, dalam beberapa tahun terakhir, mereka telah
meningkatkan perhatian untuk solusi non-pembelajaran untuk beberapa masalah belajar dan
kinerja. Penelitian dan teori yang terkait dengan
masing-masing daerah tersebut juga merupakan bagian penting dari dalam bidang
teknologi pembelajaran.
Selama bertahun-tahun, praktek penggunaan sistematis prosedur
teknologi pendidikan dan penggunaan media untuk tujuan pembelajaran telah membentuk inti dari bidang
teknologi pendidikan. Dari perspektif sejarah, sebagian besar praktek yang
berkaitan dengan media pembelajaran telah terjadi perkembangan yang berhubungan
dengan teknologi pendidikan. Melihat begitu pentingnya sejarah
Teknologi Pendidikan sebagai landasan untuk lebih memahami dan mengetahui
bagaimana Teknologi Pendidikan dalam tinjauan perkembangan sejarahnya, maka
sebagai individu yang bergerak dibidang Teknologi Pendidikan, maka penulis
akan menjelaskan tentang
“Sejarah perkembangan teknologi pendidikan”.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teknologi Pendidikan
Secara umum,
teknologi dirumuskan sebagai pengetahuaan untuk memecahkan masalah dalam bentuk
peralatan, tenik, kerajinan, selain itu, teknologi juga berarti sistem atau
metode dari suatu organisasi. Utuk itu, teknologi pendidikan merupakan suatu proses yang kompleks dan
terpadu yang meliputi manusia, prosedur, ide, alat dan organisasi, untuk
menganalisis masalah serta merancang, melaksanakan, menilai, dan mengelola
usaha pemecahan masalah yang berhubungan dengan segala aspek belajar.
Teknologi Pendidikan bisa juga
merupakan
suatu cara yang sistematis dalam mendesain, melaksanakan, dan mengevaluasi
proses keseluruhan dari belajar dan pembelajaran dalam betuk tujuan
pembelajaran yang spesifik, berdasarkan penelitian dalam teori belajar dan
komunikasi pada manusia dan menggunakan kombinasi sumber-sumber belajar dari
manusia maupun non manusia untuk membuat pembelajaran lebih efektif. Dari segi
sistem pendidikan, kedudukan teknologi pendidikan berfungsi untuk memperkuat
pengembangan kurikulum terutama dalam disain dan pengembangan, serta
implementasinya, bahkan terdapat asumsi bahwa kurikulum berkaitan dengan
"what", sedangkan teknologi pendidikan mengkaji tentang
"how". Dalam kaitannya dengan pembelajaran, teknologi pendidikan
memperkuat dalam merekayasa berbagai cara dan teknik dari mulai tahap disain,
pengembangan, pemanfaatan berbagai sumber belajar, implementasi, dan penilaian
program dan hasil belajar.
B.
SEJARAH LAHIRNYA TEKNOLOGI
PENDIDIKAN
1. Sejarah Teknologi Pendidikan menurut
Definisi TP
Teknologi pendidikan pada awal tahun
1920 dipandang sebagai media. Akar terbentuknya pandangan ini terjadi ketika
pertama kali diproduksi media pendidikan pada awal abad dua puluhan. Media ini,
sebagai media pembelajaran visual yang berupa film, gambar dan tampilan yang
mulai ramai pada tahun 1920. Pembelajaran visual terfokus pada media yang
digunakan untuk menampilkan sebuah pelajaran. Pandangan ini berlanjut sampai
1950. Teknologi pendidikan sebagai disiplin ilmu, pada awalnmya berkembang
sebagai bidang kajian di Amerika Serikat. Kalau mengacu pada konsep teknologi
sebagai cara, maka awal perkembangan teknologi pendidikan dapat dikatakan telah
ada sejak awal peradaban. Usaha untuk merumuskan Teknologi pendidikan secara
terorganisasi dimulai sejak tahun 1960.
a.
Tahun
1960
Teknologi pendidikan menjadi salah
satu kajian yang banyak menjadi perhatian dilingkungan ahli pendidikan,
teknologi pendidikan merupakan kelanjutan perkembangan dari kajian-kajian
tentnag penggunaan audio visual dan program belajar dalam penyelenggaraan
pendidikan.
b. Tahun 1963
Di tahun 1963 teknologi pendidikan
digambarkan bukan hanya sebagai sebuah media. Hal ini merupakan suatu hal yang
berangkat dari pandangan “tradisional” terhadap teknologi pendidikan Perubahan
disini yang mencerminkan bahwa, bagaimana lingkungan dan kemajuan zaman dapat
mengubah sebuah definisi dan praktek dari teknologi pendidikan.
c. Tahun 1970
Tahun 1970-an yang dikeluarkan oleh
Komisi Pengawas Teknologi Pendidikan. Komisi pengawas ini dibentuk dan dibiayai
oleh pemerintah Amerika Serikat untuk menguji permasalahan dan manfaat
potensial yang berhubungan dengan teknologi pendidikan di sekolah-sekolah.
d. Tahun 1977
Teknologi Pendidikan adalah proses
kompleks yang terintegerasi meliputi orang, prosedur, gagasan, sarana dan
organisasi untuk menganalisa masalah dan merancang. Melaksanakan, menilai dan
mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek belajar manusia.
e. Tahun 1994
Teknologi
pendidikan adalah teori dan praktek perancangan, pengembangan, penggunaan, pengelolaan,
dan pengevaluasian proses dan sumber daya untuk belajar. Teknologi pendidikan
menekankan adanya teori-teori yang memadu
para praktisi untuk berkiprah lebih baik dengan menerapkan dalam kinerja
sehari-hari.
f. Tahun 2004
Menurut
Prawiradilaga dalam (Salma D.P, 2012: 35) bahwa definisi 2004 ini AECT
memerinci sumber belajar mulai dari media yang paling sederhana, termasuk
penyajian materi dari pengajar samapi dengan pemanfaatan teknologi, informasi
dan komonikasi (ICT) untuk proses belajar.
g. Tahun 2008
Teknologi pendidkan
adalah suatu cara yang sistematis dalam mendesain, melaksanakan, dan
mengevaluasi proses keseluruhan dari belajar dan pembelajaran yang spesifik,
berdasarkan penelitian dalam teori belajar dan komunikasi pada manusia yang
menggunakan kombinasi sumber-sumber belajar dari manusia maupun non manusia
untuk membuat pembelajaran lebih aktif.
2. Sejarah Teknologi Pendidikan menurut
Masa Sejarah
Konsep teknologi pendidikan bukanlah gejala baru di dalam dunia
pendidikan dan latihan. Namun, sebenarnya konsep yang mendasarinya telah
berkembang sangat lama sekali. Sejarah perkembangan Teknologi pendidikan, beberapa para ahli menyebut
dan menjelaskan perkembangannya ke dalam beberapa masa sejarah,
diantaranya :
a. Metode kaum sofi
Perkembangan dari berbagai sejarah
merupakan tanda dari lahirnya teknologi pendidikan yang di kenal saat ini. Sekalipun dari latar belakang
sejarahnya,metode pengajaran tidak didasarkan atas ilmu pengetahuan seperti
yang kita ketahui,dalam metode pengajaran terkandung konsep-konsep yang
mempengaruhi cara berpikir, bertindak, penelitian dan pengembangan yang
kemudian di kenal sebagai teknologi pembelajaran.
Beberapa pendidik pada masa lampau,
yaitu golongan Sofi di Yunani, para ahli pendidikan memandang menduga kaum Sofi
merupakan kaum teknologi pengajaran yang pertama. Mereka menyampaikan pelajaran
dengan berbagai cara dan teknik . mula mula mereka menyampaikan bahan pelajaran
yang telah disampaikan secara matang, kemudian mereka melanjutkan dengan perdebatan
yang dilakukan dengan secara bebas, pada saat itulah proses kegiatan belajar
itu berlangsung. Kemudian jika ada minat dari mayarakat untuk belajar, akan
dibuat kontrak dan untuk kemudian menjadi sistem tutor. Pandangan ajaran kaum
Sofi didasarkan atas;
1)
Bahwa manusia itu berkembang secara evolusi. Seorang dapat
berkembang dengan teratur tahap demi tahap menuju kepada peradaban yang lebih
tinggi. Melalui teknologilah permbeelajaran dapat diarahkan secara efektif.
2)
Bahwa proses evaluasi itu berlagsung terus, terutama
aspk-aspek moral dan hukum.
3)
Sejarah dipandang sebagai gerak perkembangan yang bersifat
evousi dan berkelanjutan.di dalam pengelolaan periswa kemanusiaan di alam raya.
4)
Demokrasi dan persamaan sebagai sikap masyarakat merupakan
kaidah umum.
5)
Bahwa asas teori pengetahuan bersifat progresif, pragmatis,
empiris dan behavioristik.
Gagasan kaum Sofi ini cukup banyak
mempengaruhi kurikulum di Eropa, misalnya penggunaan retorika, dialektika, dan
gramar sebagai materi utama dalam quadrivium dan trivium. Sumbangan lain dari
konsep- konsep kaum sofi berkenaan dengan pemecahan masalah ilmu
pengetahuan danseni yang digabungkan menjadi techne atau teknologi.
b.
Metode Socrates
Bentuk pengajaran lebih ke dalam
bentuk berfilafat, tujuan filsafatnya ialah mencari kebenaran yang berlaku
mutlak. Socrates berpendapat bahwa kebenaran itu tetap harus dicari, untuk mencari kebenaran itu dilakukan melalui
tanya jawab. Metode yang dipakainya disebut dengan Maieutik atau menguraikan,
yang sekarang dikenal dengan nama metoda inkuiri atau penyelidikan.
Pelaksanaannya berlangsung dengan cara give and take of conversation. Metode
Socrates dapat diaplikasikan kepada suatu mata pelajaran tertentu,dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tepat dan terarah sehingga siswa akan sampai
kepada jawaban yang benar atau siswa bisa mempertunjukkan
suatu teori yang belum pernah dipelajari sebelumnya. Pada dasarnya Socrates
mengajarkan tentang mencari pengertian, yaitu suatu bentuk tetap dari sesuatu.
c.
Metode Abelard.
Metode Abelard ini berlangsung pada
masa pemerintahan Karel Agung di Eropa. Metoda yang di pakai bertujuan untuk
membentuk kelmpok pro dan kontra terhadap suatu materi. Metoda ini biasa
disebut dengan ‘ Sic et Non’ atau ya atau tidak. Aberard berasumsi bahwa setiap
materi atau konsep bisa diuji oleh siswanya dalam upaya mencari pengertian, penyelidikan, serta mutunya.
d.
Metode Johann Amos Comenius.
Sebagai seorang Ceko kelahiran
Moravia, Comenius mengalami masa jelek dalam belajar disekolahnya,cara
penyampaian materi oleh guru kurang baik, guru sering marah-marah saat mengajar, guru
mengajar tanpa persiapan dan tidak mempergunakan metode yang baik. Oleh karena
hal yang dialaminya itu, kemudian Comenius menetap di Lissa, Polandia ia bertugas menjadi seorang guru dan
ia juga menuliskan
karya tentang Orbis Pictus (dunia dalam gambar), ini merupakan karyanya yang paling
baik yang merupakan aplikasi metode yang ditujukan kepada anak-anak dalam
mempelajari bahasa dan sains. Dalam pendidikan dan pengajaran comenius
mencontohkan kepada alam semesta (makrokomos) yang selalu berjalan secara
tertip menurut aturan tertentu. Manusia dianggap sebagai alam kecil
(mikrokosmos) harus menyesuaikan diri dengan makrokosmos atau alam
semesta. Comenius telah meletakkan dasar-dasar pemahaman yang sistematis dalam
proses belajar mengajar dan mengantisipasikan nya secara meluas ke arah
konsepsi modern dari teknologi pengajaran.
e. Metoda Joseph Lancaster
Sistem pengajaran yang unik,
meliputi pengorganisasian kelas, materi pelajaran sesuai dengan rencanannya
yang meningkat dan dikelola secara ekonomis. Lancaster mempelajari konstruksi
kelas khusus yang dapat mendayagunakan secara efektif penggunaan media
pengajaran dan pengelompokan siswa. Dalam sistem pengajaran Lacaster, pemakaian
media pengajaran masih sederhana. Seperti penggunaan pasir dalam melatih siswa
menulis. Selanjutnya teks yang berasal dari buku teks di tulisdengan huruf
besar-besar, lalu dipasang di tembok agar seluluh siswa dapat membacanya.
f.
Metoda Johann Heinrich Pestalozzi.
Pengamatan pada alam merupakan
landasan utama dari proses didaktiknya. Pengetahuan bermula dari adanya
pengamatan , dan pengamatan menimbulkan pengertian. Selanjutnya pengertian yang
baru itu menimbulkan pengertian,yang selanjutnya pengertian tersebut bergabung dengan
yang lama untuk menjadi sebuah pengetahuan. Dan dapat dikatakan bahwa
perintisan ke arah pendayagunaan perangkat keras atau hardware sebenarnya telah
dimulai pada masa Pestazoli ini, seperti penciptaan papan aritmatik yang
terbagi dalam kotak kotak yang di setiap kotaknya diberi garis-garis yang
secara keseluruhan berjumlah 100 kotak kecil. Selain itu Pestalozi juga
menciptakan stylabaries untuk melatih siswanya dalam mempelajri angka, bentuk,
posisi dan warna desain.
g.
Metoda Friedrich W. Froebel.
Metode
Froebel didasarkan kepada metodologi dan pandangan filsafafnya yang intinya
mengatakan bahwa pendidikan masa kanak-kanak merupakan hal paling penting
untuk keseluruhan kehidupnnya. Karena itulah Froebel mendirikan Kindergarten
atau yang lebih dikenal dengan Taman Kanak–kanak. Metode pengajaran Kindergasten dari
Froebel meliputi kegiatan-kegiatan berikut:
1) Bermain dan bernyanyi
2) Membentuk dengan melakukan kegiatan-
kegiatan.
3) Grift dan Occupation yang merupakan
serangkaian materi pengajaran dalam dua macam bentuk, yaitu memberikan gagasan
(gift) kepada anak-anak dan memberikan kegiatan (occupaion). kesatuan dari sejumlah besar
h. Metoda Friedrich Herbart.
Pada praktek pendidikan Herbart
terlihat adanya pengaruh Freobert terutama pada aspek pengembangan moral
sebagai tujuan utama pendidikan. Metoda pembelajarannya didasarkan kepada ilmu jiwa yang
sistematis. Teori Herbart membawa implikasi kepada guru yang tugas utamanya
dalam mengajar harus membentuk apersepsi dengan cara menyampaikan mata
pelajaran dengan urutan dan gagasan yang benar. Dengan demikian siswa secara pikologis
dibentuk oleh gagasan yang datang dari luar.
C.
SEJARAH PERKEMBANGAN PEMBELAJARAN
Pengembangan pembelajaran diterapkan dengan sistem pendekatan
yang menerapkan prinsip-prinsip ilmiah yang didasarkan pada perencanaan, desain pembuatan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran yang efektif dan efisien.
1.
Sebelum tahun 1920 ( lahirnya pengetahuan empiris dasar
pendidikan )
Salah satu ide dasar yang mendukung
pengembangan pembelajaran adalah
ide tentang desain pembelajaran yaitu gagasan dari prinsip empiris
dapat diterapkan untuk menghasilkan pembelajaran yang efektif. Sekolah diarahkan pada tradisional
dan tidak dibebani oleh pemeriksaann hasil yang sistematis. Kontribusi yang
tercatat penting dalam pergeseran konsep pembelajaran yaitu karya EL Thorndike di
Universitas Columbia yang paling berpengaruh (Baker,1973; Saettler,1968)
khususnya penting dalam bidang pengembangan pembelajaran. Thorndike sebagai sosok awal dalam
upaya membangun dasar pengetahuan manusia. Ada dua poin yang patut dicatat. Pertama, thorndike menemukan hukum minat dan advokasi keahlian
sosial, gagasan pembelajaran harus mengikuti prespesifid tujuan sosial yang berguna. Kedua Thorndike adalah seorang shli
dalam pengukuran pendidikan, alat penelitrian dan bidangnya
merupakan hal yang sangat penting dalam pengembangan pendidikan sebagai suatu
ilmu(Snelbekker,1974).
2.
Tahun 1920-an (Tujuan)
Bobbitt (1918), sekolah harus memberikan pengalaman
khusus yang terkait dengan kegiatan sesuai dengan tuntutan masyarakat.selain
itu ia berpikir bahwa tujuan sekolah berasal dari analisis ketrampilan objektif
yang diperlukan untuk hidup sukses. Asumsi Bobbitt,Thorndike dan
lainnya,kurikulum merupakan hal yang aktual dan pembelajaran yang berusaha menerapkan
prinsip-prinsip tujuan driven-learning,hal ini dikenal sebagai pembelajaran invidual. Perencanaan tidak hanya diarahkan
pada keteladanan, pembelajaran, koreksi workbook, tetapi juga diarahkan pada
diagnostik dan tes administrasi yang dapat digunakan untuk menentukan apakah
siswa siap untuk pengujian oleh guru. Setelah mengikuti tes yang diberikan oleh
guru, berikutnya siswa diberikan tugas baru(Saettler,1968).
Perencanaan Dalton, yang dikembangkan oleh Parkhurst, perencanaan tersebut diaplikasikan
pada sekolah anak-anak cacat dengan tujuan meningkat mutu pendidikan. Rencana
pembelajaran individual pada tahun 1920-an ini memberikan alasan untuk
pengembangan lanjutan bagi rancangan pembelajaran berikutnya.
3.
Tahun 1930-an. (Tujuan prilaku dan evaluasi formatif)
Kemajuan kearah penciptaan sistem pembelajaran melambat selama tahun 1930-an
ini(Baker,1973:Raiser,1987). selama tahun ini Ralph W.Tyler memulai karyanya
yang menbuat ia terkenal, tinjauan kerjanya yaitu dibidang evolusi pengembangan
pembelajaran. Pengembangan pembelajaran dilakukan dengan alas an. Pertama adalah penelitian dilakukan untuk memperbaiki prosedur
tujuan pembelajaran. Kedua adalah untuk memastikan kurikulum telah diimplementasikan
sebagaimana yang telah direncanakan. Oleh karenanya, tujuan dan penilaiannya digunakan
untuk merevisi demi penyempurnaan kurikulum dengan tujuan memproduksi tingkat
prestasi yang sesuai. Dalam pengembangan pembelajaran hal tersebut dianggap sebagai
evaluasi formatif.
4.
Tahun 1940-an (Media Pembelajaran, Penelitian, dan Pengembangan)
Respon masalah terhadap
pembelajaran
berdampak luas pada evolusi pengembangan pembelajaran (Olsen dan Bass,1982:
Saettler,1968). Kepedulian pemerintah terhadap kebutuhan yang mendesak untuk
penciptaandan distribusi ribuan film pelatihan perang yang diadakan di wilayah
pendidikan militer Amerika Serikat. Dalam upaya kebutuhan tersebut
menghasilkan film suara, filmstrip, dan berbagai media lainnya. Perkembangan
lainnya dari pembelajaran
adalah munculnya peran teknologi pembelajaran selama pembuatan film pelatihan
militer.
5.
Tahun 1950-an. (Program Pembelajaran Dan Analisis Tugas)
Selama tahun 1950-an ini beberapa
ide yang muncul sebelumnya telah disempurnakan dan dipopulerkan. Disamping
pengembangan proses pembelajaran analisis untuk desain pembelajaran tumbuh lebih canggih pada dekade
ini, pada masa ini juga terjadi kemajuan dalam prosedur analisis
yang penting untuk penciptaan pembelajaran. Istilah analisis tugas pada awal tahun 1950-an ini,
pertama kali digunakan oleh angkatan udara, untuk mengantisipasi pekerjaan yang
membutuhkan peralatan baru yang sedang dikembangkan (Miller,1962).
6.
Tahun 1960-an. (Sistem Pengembangan Pembelajaran)
Pada tahun 1960-an ini bidang pengembangan pembelajaran berkembang begitu pesat. Sistem pembelajaran yang dirancang dengan tujuan
mengahasilkan prestasi yang perspektif, penilaian membutuhkan tes yang dapat
menafsirkan kompetensi yang dikuasai secara spesifik. Pada tahun 1960-an ini
militer dengan cepat menanamkan pengembangan sistem pembelajaran kedalam standar prosedur pelatihan
mereka. Kecendrungan yang penting lainnya,serta mempengaruhi pengembangan pembelajaran dimulai pada tahun 1960-an.
Kalangan pemimpin pendidikan pembelajaran, terutama ahli media mulai aktif melobi untuk memperluas
bidang media Audio Visual(AV), pembelajaran untuk merangkul konsep ysng lebih besar terhadap
pengembangan pembelajaran dan
teknologi (Schuller, 1986).
7.
Tahun 1970-an (Model ID dan Kematangan)
Tahun 1970-an adalah dekade
konsolidasi, pengembangan pembelajaran memperoleh perlengkapan profesi
sebagai IP
(desain pembelajaran) dan praktisi berusaha
mengidentifikasi serta memberi gambaran secara menyaluruh terhadap proses yang
mereka anjurkan. Model IP tidak lagi hanya dimulai dengan pernyataan tujuan, proses
analisis dimasukkan untukj membantu dalam menentukan apa yang menjadi tujuan
dari sistem pembelajaran yang
seharusnya. Pada tahun ini program pendidikan Pasca Sarjana berfokus pada
pertumbuhan desain pembelajaran dan asosiasi profesional yang ada diarahkan untuk
mengakomodasi bidang kegiatan baru. Departemen NEA pembelajaran Audio Visual menjadi Asosiasi
Independen untuk Komunikasi Pendidikan dan Teknologi, penghimpunan
nasional untuk program pembelajaran menjadi penghimpunan nasional untuk kinerja pembelajaran. Menjelang akhir tahun 1970-an
Divisi AECT untuk pengembangan pembelajaran dan mendirikan sebuah lembaga jurnal
pengembangan pembelajaran.
8.
Tahun 1980-an. (Mikrokomputer Dan Teknologi Kinerja)
Pada tahun 1980-an ini munculnya
mikrokomputer dan adopsi cepat tehadap pengembangan sistem pembelajaran oleh perusahaan-perusahaan Amerika.
Aplikasi pembelajaran
mikrokomputer telah mendominasi banyak literatur desain pembelajaran. Sebagian menganggap ini merupakan
teknologi tinggi sebagai tambahan untuk desain pembelajaran, alat ideal belajar untuk penelitian manusia. Tahun
1980-an telah memperlihatkan pertumbuhan luar biasa dalam memanfaatkan
pengembangan pembelajaran
oleh perusahaan-perusahaan atau agensi-agensi non lembaga sekolah lainnya.
Lingkungan tersebut telah membantu memperluas pengembangan konsep sistem
teknologi kinerja. Teknologi kinerja terdiri dari teknologi pembelajaran, namun penggabungan desain non pembelajaran merupakan solusi yang baik untuk
masalah kinerja manusia. Perluasan dan aplikasi teknologi kinerja ini juga baik
di luar bidang sekolah dan bahkan pentingnya konsep sistem ini diperluas untuk
pengembangan pembelajaran masa depan.
D.
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
Analisis sosiologis dan psikologi
ilmu pengetahuan menunjukkan bahwa, pertama
timbulnya
suatu ilmu pengetahuan disebabkan oleh adanya kondisi luar,kondisi objektif,
kondisi matyerial masyarakat dan, kedua timbulnya suatu ilmu pengetahuan di
sebabkan oleh kondisi batin, kondisi subyektif, atau kondisi psikologis dalam
masyarakat. Kondisi sosiologis dan psikologis berkenaan dengan timbulnya ilmu
pengetahuan tersebut terungkap pada dalam masyarakat Eropa pada akhir abad
pertengahan. Masyarakat Eropa memasuki abad moderen dengan pembentukan berbagai
berbagi disiplin ilmu otonom “melepaskan diri” dari pikiran-pikiran
tradisional dan pemikiran kefilsatan. Disiplin ilmu yang dibentuk tersebut
digunakan untuk memecahkan masalah masyarakat yang objektif, dan pemecahan
didasarkan atas keilmuan yang berorientasi pada kemajuan masyarakat. Dalam hal
ini masyarakat indonesia yang bergerak berubah menjadi masyarakat industri.
Disiplin ilmu bernama “ Teknologi
Pendidikan atau Teknologi Pembelajaran ” memiliki latar belakng sejarah
yang komplek, unik dan multi dimensi. Sebagai istilah di indonesia, teknologi
pendidikan merupakan terjemahan dari istilah “ Educational Technology
(ET)“ dan “ pembelajaran
technology (IT)”. Teknologi pendidikan (ET atau IT) terbentuk dalam waktu cukup
lama , sesuai dengan kemajuan teknologi. Perjalanan teknologi pendidikan
tersebut secara historis dapat diikuti jejaknya dari pendidikan Yang dioselenggarakan di lembaga
sekolah oleh “golongan paura” (kaum burger) yang menjadikan masyarakat
industri sejak abad 16. Pendidikan yang dilaksakan dalam masyarakat
bersumber dari praktek pendidikan di lembaga keluarga, lembaga agama, dan
lembaga sekolah pada masyarakat Eropa (kemudian juga Amerika). Secara historis menurut Robert
A, Reiser ( Gagne Robert M. 1987: 11-40) bidang yang di sebut pembelajaran technologi berdasarkan kemajuan
peralatan audiovisual, pendekatan sistem dan individualisasi pengajaran.
Berbagai penelitian, ahli dan temuan- temuan di tiga bidang tersebut memberi
sumbangan pada terbentuknya ET atau IT. Pada bidang Audiovisual ditemukan
seperti buku teks bergambar yang dikemukakan oleh comenius,
sebagai rintisan pengajaran. Belajar berdasarkan objek kongkrit
yang dikemukakan oleh Pestalozzi, ia juga mengemukakan pentingnya jadwal
belajar di sekolah. Pada saat itu alat timbul lima organisasi profesional
dibidang audiovisual di Amerika Serikat, pada tahun 1920-1930-an alat-alat
teknik seperti gambar hidup , slide , radio, perekam suara, diproduksi secara
komersial dan menopang gerakan pengajaran visual menjadi pengajaran audiovisual
yang menghabiskan dana lebih dari lima puluh miliar.
Pada tahun-tahun ini Departemen
Pengajaran Visual dan National Education Association (yang berdiri
pada tahun 1923) berganti nama menjadi Association for Educational
Communication and Technologi (AECT ) tahun 1932 dan memimpin gerakan
audiovisual. Kemudian tahun 1946 Edgar Dale mengemukakan idenya yang terkenal
dengan “ Cone of Experience” . Selama gerakan perang dunia pengajaran
audiovisual di sekolah melemah, tetapi alat- alat audiovisual secara meluas
digunakan untuk keperluan militer dan industri. Pemerintah AS menghasilkan 457
film pelatihan industri, membeli 55.000 proyektor slide untuk pendidikan
militer dan karyawan industri. Sesudah perang dunia kedua, sekitar tahun
1950-an telivisi memasuki kehidupan dan minat terhadap telivisi untuk
pengajaran meluas. Penelitian tentang penggunaan televisi dilakukan dengan
bantuan Ford Foundation sebesar lebih dari 170 million dollar. Kegiatan
produksi alat-alat audiovisual oleh industri, pemggunaannya di sekolah ,
kepentingan militer pada saat perang, pelatihan–pelatihan industri, dan
penelitian tentang penggunaan alat audiovisual menjadikan bidang ET atau
IT menjadi suatu disiplin ilmu, suatu organisasi berjaringan luas yang
meliputi dunia industri, militer, dan perrsekolahan beroriantasi
industrial yang didukung oleh organisasi profesional.
E.
SEJARAH MEDIA DAN DESAIN
PEMBELAJARAN
Bidang desain pembelajaran dan teknologi meliputi analisis
masalah belajar dan kinerja, serta desain, pengembangan, implementasi, evaluasi
dan pengelolaan proses pembelajaran dan sumber daya yang dimaksudkan agar dapat
meningkatkan pembelajaran dan kinerja dalam berbagai pengaturan, lembaga
pendidikan khususnya dan tempat kerja. Profesional di bidang desain pembelajaran dan teknologi sering menggunakan
prosedur desain pembelajaran yang sistematis dan menggunakan berbagai media pembelajaran
untuk mencapai tujuan yang ditentukan. Selain itu, dalam beberapa tahun
terakhir, mereka telah meningkatkan perhatian yang dihadapkan untuk solusi non-pembelajaran terhadap beberapa masalah belajar
dan kinerja. Penelitian dan teori yang terkait dengan masing-masing masalah
tersebut juga merupakan bagian penting dalam bidang desain pembelajaran dan teknologi.
Selama bertahun-tahun, dua
praktek-penggunaan sistematis prosedur desain pembelajaran dan penggunaan media untuk
tujuan pembelajaran telah membentuk inti dari bidang
desain pembelajaran dan teknologi. Dari perspektif
sejarah, sebagian besar praktek yang berkaitan dengan media pembelajaran telah
terjadi perkembangan yang berhubungan dengan bidang desain pembelajaran. Oleh karena itu sejarah dari
masing-masing kedua praktek tersebut, akan dijelaskan secara terpisah.
Hal ini juga harus dicatat bahwa meskipun banyak peristiwa penting dalam
sejarah bidang desain pembelajaran dan teknologi yang telah terjadi di negara-negara
lain, penekanan yang menjadi sumber utama bahasan sejarah yakni tentang
peristiwa yang telah terjadi di Amerika Serikat.
Ø Sejarah Media Pembelajaran
Istilah media pembelajaran telah
didefinisikan sebagai sarana fisik melalui pembelajaran yang disajikan kepada peserta didik
(Reiser & Gagnt. 1983). Berdasarkan definisi tersebut, setiap fisik
berarti pengiriman pembelajaran, dari pembelajaran hidup, buku, komputer dan sebagainya, akan diklasifikasikan
sebagai media pembelajaran.
Dalam sebagian besar sejarah media pembelajaran, tiga sarana utama pembelajaran sebelum abad kedua puluh dan masih
merupakan cara paling umum saat ini yaitu guru, papan tulis, dan buku teks.
Ketiga itu telah dikategorikan secara terpisah dari media lain (ef. Komisi
Instructional Technology, 1970). Dengan demikian, media pembelajaran akan
didefinisikan sebagai sarana fisik, selain guru, papan tulis, dan buku teks,
melalui pembelajaran yang disajikan kepada peserta didik.
Ø Museum Sekolah
Di Amerika Serikat, penggunaan media
untuk tujuan pembelajaran telah terditeksi kembali setidaknya sebagai awal
dekade pertama abad kedua puluh (Saettler, 1990). Pada saat itu telah ada
sebuah museum sekolah. Saettler (1968) telah mengindikasikan, museum ini
menjabat sebagai unit administrasi pusat untuk pembelajaran visual dengan distribusi mereka
dari pameran museum , stereograf (foto tiga-dimensi), slide, film, cetakan studi,
grafik, dan bahan pembelajaran. Museum sekolah pertama dibuka di ST Louis pada tahun 1905, yang menggelar pameran tentang
beberapa peralatan, yakni streograph, slide, film, studi cetak, grafik dan
bahan pengajaran lainnya. dan tidak lama kemudian, museum sekolah dibuka di
Reading, Pennsylvania, dan Cleveland, Ohio. Meskipun beberapa museum tersebut
telah berdiri sejak awal 1900-an, daerah pusat terbesar media dapat
dianggap modern.
Saettler (1990) juga menyatakan
bahwa, bahan yang disimpan di museum
sekolah dipandang sebagai bahan pelengkap kurikulum. Mereka tidak dimaksudkan
untuk menggantikan guru atau buku teks. Sepanjang seratus tahun terakhir,
pandangan awal tentang peran media pembelajaran tetap lazim di komunitas
pendidikan pada umumnya. Artinya, banyak pendidik telah
melihat media pembelajaran sebagai sarana pelengkap dalam menyajikan instruksi.
Sebaliknya, guru dan buku teks umumnya dipandang sebagai sarana utama
menyajikan pembelajaran,
dan guru biasanya diberikan kewenangan untuk memutuskan penggunaan media
pembelajaran lain dan apa yang akan mereka lakukan. Selama bertahun-tahun,
sejumlah profesional di bidang desain pembelajaran dan teknologi (misalnya, Heinich,
1970) berpendapat terhadap gagasan yang menunjukkan bahwa:
1.
Guru harus dilihat pada kedudukan yang sama dengan media
instruksional, sebagai hanya salah satu dari banyak kemungkinan berarti untuk
menyajikan pembelajaran.
2.
Guru tidak boleh diberikan otoritas tunggal untuk memutuskan
media pembelajaran yang apa yang akan digunakan di ruang kelas. Namun, dalam
komunitas pendidikan yang luas, pandangan ini tidak begitu disukai.
Ø Gerakan Visual Pembelajaran dan Film Pembelajaran
Saettler (1990) telah
mengindikasikan, di awal abad kedua puluh, kebanyakan media yang disimpan di museum
sekolah media visual, seperti film, slide, dan foto. Pada saat itu,
meningkatnya minat dalam menggunakan media di sekolah itu disebut sebagai “pembelajaran visual” atau “pendidikan visual”
gerakan. Istilah terakhir ini digunakan setidaknya 1908, ketika diterbitkan
Perusahaan Tampilkan Keystone Visual Pendidikan, panduan guru
untuk slide lentera dan stereograf.
Selain lentera ajaib (lentera
proyektor slide) dan stereopticons (Stereograf pemirsa), yang digunakan di
beberapa sekolah selama paruh kedua abad kesembilan belas (Anderson, 1962),
gerakan gambar proyektor adalah salah satu perangkat media pertama digunakan di
sekolah-sekolah. Di Amerika Serikat, katalog pertama film pembelajaran diterbitkan pada 1910. Setelah
1910, sistem sekolah publik Rochester, New York, menjadi yang pertama untuk
mengadopsi film pembelajaran untuk penggunaan biasa.
Ø Gerakan Audiovisual Pembelajaran dan Radio Pembelajaran
Diakhir tahun 1920 dan sepanjang
tahun 1930-an, kemajuan teknologi di berbagai bidang seperti siaran radio,
rekaman suara, dan gambar gerak suara menyebabkan meningkatnya minat dalam
media pembelajaran. Dengan munculnya media yang menggabungkan suara, gerakan pembelajaran memperluas visual yang dikenal
sebagai gerakan pembelajara audiovisual (Finn, 1972; McCluskey, 1981). Namun, Mc Cluskey (1981), yang merupakan salah
satu pemimpin dalam bidang tersebut selama periode ini, menunjukkan bahwa
sementara lapangan terus tumbuh, komunitas pendidikan pada umumnya tidak sangat
dipengaruhi oleh pertumbuhan tersebut. Dia menyatakan bahwa tahun 1930,
kepentingan komersial dalam gerakan pembelajaran visual yang telah menginvestasikan
dan kehilangan lebih dari $ 50 juta, dan hanya bagian dari kerugian itu karena
Depresi Besar, yang dimulai pada tahun 1929.
Terlepas dari efek ekonomi yang
merugikan akibat Depresi Besar, audiovisual dalam gerakan konstruksi terus
berkembang. Menurut Saettler (1990), salah satu peristiwa paling penting dalam
evolusi ini adalah penggabungan pada tahun 1932 dari tiga organisasi yang ada
profesional nasional untuk pembelajaran visual. Sebagai hasilnya, kepemimpinan dalam gerakan itu
dikonsolidasikan dalam satu organisasi, Departemen pembelajaran Visual, yang pada saat itu
merupakan bagian dari National Education Association. Selama bertahun-tahun,
organisasi ini, yang diciptakan pada tahun 1923 dan sekarang disebut Asosiasi
untuk Pendidikan Komunikasi dan Teknologi, telah mempertahankan peran kepemimpinan
dalam bidang desain pembelajaran dan teknologi.
Ø Perang Dunia II
Dengan terjadinya Perang Dunia II,
pertumbuhan gerakan audiovisual di sekolah-sekolah melambat, namun, perangkat
audiovisual yang digunakan secara luas dalam pelayanan militer dan dalam
industri meningkat. Sebagai contoh, selama perang, Angkatan Darat Amerika
Serikat Angkatan Udara menghasilkan film pelatihan lebih dari 400 dan 6G0
filmstrips, dan selama periode dua tahun (dari pertengahan 1943 sampai
pertengahan 1945), diperkirakan bahwa lebih dari empat juta pertunjukan film
pelatihan untuk personel militer AS. Meskipun ada sedikit waktu dan kesempatan
untuk mengumpulkan data mengenai dampak dari film pada kinerja personil
militer, beberapa survei instruktur militer mengungkapkan bahwa mereka percaya
bahwa film pelatihan dan film strips yang digunakan selama perang
itu trainintools efektif (Saettler , 1990).
Selama perang, film-film pelatihan
juga memainkan peran penting dalam mempersiapkan warga sipil di Amerika Serikat
untuk bekerja dalam bidang industri. Pada tahun 1941, pemerintah federal
membentuk Divisi Visual Aids untuk Pelatihan Perang. Dari tahun 1941 sampai
1945, organisasi ini mengawasi produksi film 457 pelatihan. Kebanyakan direksi
pelatihan melaporkan bahwa film mengurangi waktu pelatihan tanpa memiliki
dampak negatif pada efektivitas pelatihan dan bahwa film lebih menarik dan
menghasilkan absensi kurang dari program pelatihan tradisional (Saettler,
1990).
Selain film-film pelatihan dan
proyektor film, berbagai bahan dan peralatan audiovisual lainnya yang bekerja
dalam militer dan bidang industri selama Perang Dunia II. Perangkat yang
digunakan secara luas termasuk proyektor overhead, yang pertama kali dihasilkan
selama perang; proyektor slide, yang digunakan dalam mengajar pengakuan pesawat
dan kappa, peralatan
audio, yang digunakan dalam mengajar bahasa asing, dan simulator dan perangkat
pelatihan, yang dipekerjakan dalam pelatihan penerbangan (Olsen & Bass,
1982 Saettler, 1990).
Ø Pasca Perang Dunia II Perkembangan
dan Media Penelitian
Perangkat audiovisual yang digunakan
selama Perang Dunia II secara umum dianggap sukses dalam membantu Amerika
Serikat memecahkan masalah utama pelatihan. Bagaimana melatih yang efektif dan
efisien dengan latar belakang individu yang beragam. Sebagai hasil dari
keberhasilan nyata, setelah perang ada minat baru dalam menggunakan perangkat
audiovisual di sekolah-sekolah (Finn. 1972: Olsen & Bass, 1982). Dalam
dekade setelah perang, beberapa program penelitian audiovisual intensif
dilakukan. Studi penelitian yang dilakukan sebagai bagian dari program
ini, dirancang untuk mengidentifikasi bagaimana berbagai fitur, atau atribut,
bahan audiovisual yang terkena pembelajaran, tujuan untuk mengidentifikasi
atribut yang akan memfasilitasi pembelajaran dalam situasi tertentu. Misalnya,
satu program penelitian, yang dilakukan di bawah arahan ArthurA. Lumsdaine,
difokuskan pada identifikasi bagaimana belajar dipengaruhi oleh berbagai teknik
untuk memunculkan respon siswa terbuka selama menonton Film instruksional
(Lumsdaine, 1963).
Pasca-Perang Dunia II program
penelitian audiovisual adalah upaya terkonsentrasi pertama untuk
mengidentifikasi prinsip-prinsip belajar yang dapat digunakan dalam desain
bahan audiovisual. Namun, praktik-praktik pendidikan tidak terlalu dipengaruhi
oleh program-program penelitian bahwa praktisi utama mengabaikan atau tidak
dibuat sadar banyak temuan penelitian (Lumsdaine. 1963. 1964).
Sebagian besar penelitian media yang
telah dilakukan selama bertahun-tahun dibandingkan seberapa banyak siswa telah
belajar, setelah menerima pelajaran yang disajikan melalui media tertentu,
seperti film, televisi, radio, atau komputer, versus berapa banyak siswa telah
belajar dari hidup pembelajaran pada topik yang sama. Studi jenis ini, sering disebut studi
media perbandingan, biasanya mengungkapkan bahwa siswa belajar sama baiknya
terlepas dari sarana presentasi (Clark, 1983, 1994; Schramm, 1977). Mengingat
temuan ini, kritikus penelitian tersebut telah menyarankan bahwa fokus studi
tersebut harus berubah. Beberapa berpendapat bahwa peneliti harus fokus pada
atribut (karakteristik) media (Levie & Dickie, 1973), yang lain menyarankan
pemeriksaan bagaimana media mempengaruhi pembelajaran (Kozma, 1991, 1994), dan
yang lainnya telah menyarankan bahwa fokus penelitian harus pada metode
pengajaran, bukan pada media yang memberikan metode-metode (Clark, 1983, 1994).
Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa jenis studi telah menjadi lebih umum.
Ø Teori Komunikasi
Pada awal 1950-an, banyak pemimpin dalam
gerakan pembelajaran audiovisual menjadi tertarik pada
berbagai teori atau model komunikasi, seperti model yang diajukan oleh Shannon
dan Weaver (1949). Model ini berfokus pada proses komunikasi, sebuah proses
yang melibatkan pengirim dan penerima pesan dan saluran, atau media, melalui
mana pesan yang dikirim. Para penulis model ini menunjukkan bahwa selama
perencanaan untuk komunikasi, maka perlu untuk mempertimbangkan semua unsur
dari proses komunikasi dan tidak hanya fokus pada media, karena banyak di
bidang audiovisual cenderung untuk melakukan. Sebagai Berlo (1963) menyatakan,
“Sebagai orang komunikasi saya harus berpendapat kuat bahwa itu adalah proses
yang sentral dan bahwa media meskipun penting, adalah hal sekunder” (hal. 378).
Beberapa pemimpin dalam gerakan audiovisual, seperti Dale (1953) dan Finn
(1954), juga menekankan pentingnya proses komunikasi. Meskipun pada awalnya,
praktisi audiovisual tidak dipengaruhi oleh gagasan (Lumsdaine. 1964;
Mcierhenry, 1980), dari sudut pandang ekspresi akhirnya membantu untuk
memperluas fokus gerakan audiovisual (Ely, 1963, 1970; Silber, 1981 ).
Ø Televisi Pembelajaran
Faktor
penting dalam mempengaruhi gerakan audiovisual
pada 1950-an adalah meningkatnya minat dalam televisi sebagai media untuk
memberikan pembelajaran.
Sebelum tahun 1950-an, telah terjadi sejumlah kasus di mana televisi telah
digunakan untuk tujuan pembelajaran (Gumpert, 1967; Taylor, 1967). Selama tahun 1950-an,
terjadi pertumbuhan yang luar biasa dalam penggunaan televisi pembelajaran.
Pertumbuhan ini dirangsang oleh dua faktor utama. Salah satu faktor yang mendorong
pertumbuhan televisi pembelajaran adalah keputusan tahun 1952 oleh Komisi
Komunikasi Federal untuk menyisihkan 242 saluran televisi untuk tujuan
pendidikan. Keputusan ini menyebabkan perkembangan pesat sejumlah besar
masyarakat (kemudian disebut “pendidikan”) stasiun televisi. Pada tahun 1955,
ada tujuh belas stasiun seperti di Amerika Serikat, dan pada tahun 1960, jumlah
itu meningkat menjadi lebih dari lima puluh (Blakely, 1979). Salah satu misi
utama dari stasiun-stasiun ini adalah presentasi dari program pembelajaran.
Hezel (1980) menunjukkan, “Peran mengajar telah dianggap berasal dari
penyiaran publik. Terutama sebelum tahun 1960-an, pendidikan penyiaran
dipandang cepat dan efisien, berarti murah untuk memuaskan kebutuhan
pembelajaran bangsa” (hal. 173).
Pertumbuhan
televisi pembelajaran selama tahun 1950 juga didukung oleh dana yang disediakan
oleh Ford Foundation. Diperkirakan bahwa selama tahun 1950-an dan 1960-an,
yayasan dan lembaga yang menghabiskan lebih dari $ 170.000.000 untuk televisi
pendidikan (Gordon, 1970). (Di Indonesia juga ada televisi pendidikan. Yaitu di
era 1970-an. Pada era itu disiarkan program ACIL). Proyek yang disponsori oleh
yayasan termasuk sistem televisi sirkuit tertutup digunakan untuk memberikan pembelajaran dalam semua bidang subjek utama di
semua tingkatan kelas di seluruh sistem sekolah di Washington County
(Hagerstown), Maryland, sebuah kurikulum SMP sampai universitas yang disajikan
melalui televisi publik di Chicago, sebuah program penelitian eksperimental
skala besar dirancang untuk menilai efektivitas dari serangkaian program kuliah
yang diajarkan melalui televisi sirkuit tertutup di Pennsylvania State
University, dan Program Midwest pada Instruksi televisi Airborne, sebuah
program yang dirancang secara bersamaan tentang pelajaran televisi untuk
sekolah di enam negara.
Pada
pertengahan 1960-an, banyak kepentingan dalam menggunakan televisi untuk tujuan
pembelajaran mereda. Banyak proyek-proyek televisi
pembelajaran yang dikembangkan selama periode ini berjalan singkat.
Masalah ini sebagian karena kualitas pembelajaran biasa-biasa saja dari
beberapa program yang dihasilkan, banyak dari mereka tidak lebih daripada saat
seorang guru memberikan kuliah. Pada tahun 1963, Ford Foundation memutuskan
untuk memfokuskan dukungan pada televisi publik secara umum, daripada
aplikasi televisi pembelajaran di sekolah (Blakely, 1979). Banyak sekolah menghentikan
demonstrasi proyek televisi pembelajaran karena dana eksternal untuk
proyek-proyek dihentikan (Tyler. 1975b). Pemprograman pembelajaran masih
merupakan bagian misi penting dari televisi publik, tapi misi sekarang
lebih luas, meliputi jenis pemrograman lain, seperti presentasi budaya dan
informasi (Hezel, 1980). Banyak alasan yang telah diberikan, mengapa televisi
pembelajaran tidak diadopsi untuk tingkat yang lebih besar. Ini termasuk
resistensi guru untuk penggunaan televisi di ruang kelas mereka, biaya
instalasi dan pemeliharaan sistem televisi di sekolah, dan ketidakmampuan
televisi sendiri memberikan penyajian yang memadai terhadap
berbagai kondisi yang diperlukan untuk kepentingan belajar siswa(Gordon, 1970;
Tyler , 1975b).
Ø Pergeseran Terminologi
Pada
awal tahun 1970-an, istilah teknologi
pendidikan dan teknologi pembelajaran mulai menggantikan pembelajaran audiovisual sebagai istilah yang
digunakan untuk menggambarkan aplikasi media untuk tujuan pembelajaran. Sebagai
contoh, pada tahun 1970, nama organisasi profesional utama dalam bidang itu
diubah dari Departemen Audiovisual pembelajaran kepada Asosiasi untuk Komunikasi
dan Teknologi Pendidikan (AECT). Kemudian dalam dekade tersebut, nama dari dua
jurnal yang diterbitkan oleh AECT juga berubah: Tinjauan Komunikasi Audiovisual
menjadi Komunikasi Pendidikan dan Jurnal Teknologi, dan pembelajaran Audiovisual menjadi Inovator pembelajaran. Selain itu, kelompok yang dibentuk
pemerintah AS untuk memeriksa dampak media instruksi disebut Komisi
Instructional Technology. Terlepas dari terminologi, bagaimanapun, sebagian
besar individu di lapangan sepakat bahwa sampai saat itu, media pembelajaran
telah memiliki dampak minimal pada praktek-praktek pendidikan (Komisi
Instructional Technology, 1970; Kuba, 1986)
Ø Komputer (Dari tahun 1950-an sampai 1995-an)
Setelah
minat di televisi pembelajaran memudar, inovasi teknologi berikutnya untuk
memberi perhatian sejumlah besar pendidik adalah komputer. Meskipun minat yang
luas dalam komputer sebagai alat pembelajaran tidak terjadi sampai tahun 1980-an,
komputer pertama kali, digunakan dalam pendidikan dan pelatihan. Banyak karya
awal di komputer-dibantu pembelajaran (CAI) dilakukan pada tahun 1950 oleh peneliti di IBM, yang
mengembangkan bahasa CAI. Penulisan pertama dan dirancang salah satu program
CAI pertama untuk digunakan di sekolah-sekolah umum. Pelopor lain di daerah ini
termasuk Gordon Pask, yang adaptif mesin mengajar memanfaatkan teknologi
komputer (Lewis & Pask, 1965; Pask, 1960; Stolorow & Davis, 1965), dan
Richard Atkinson dan Patrick Suppes, yang bekerja selama tahun 1960 menyebabkan
beberapa aplikasi CAI awal di kedua sekolah publik dan tingkat universitas
(Atkinson & Hansen, 1966; Suppes & Macken, 1978). Upaya besar lain
selama 1960-an dan awal 1970-an termasuk pengembangan sistem CAI seperti PLATO
dan TICCIT. Namun, meskipun pekerjaan yang telah dilakukan, pada akhir 1970-an,
CAI sedikit berdampak pada pendidikan (Pagliaro, 1983).
Pada
awal 1980-an, beberapa tahun setelah mikrokomputer tersedia untuk masyarakat
umum, antusiasme terhadap alat ini menyebabkan meningkatnya minat dalam
menggunakan komputer: untuk tujuan pembelajaran. Pada Januari 1983, komputer
sedang digunakan untuk tujuan pembelajaran lebih dari 40% dari semua
sekolah dasar dan lebih dari 75% dari semua sekolah menengah di Amerika Serikat
(Pusat Organisasi Sosial Sekolah, 1983). Banyak pendidik yang tertarik
terhadap mikrokomputer meskipun harganya yang relatif mahal, cukup serentak
dalam penggunaan desktop, dan bisa melakukan banyak fungsi melalui penggunaan
computer. Seperti masalah penggunaan media
lain, baru pertama kali diperkenalkan ke dalam lingkup pembelajaran, diharapkan
bahwa media ini akan berdampak besar pada praktek pembelajaran. Sebagai contoh,
pada tahun 1984. Papert menunjukkan bahwa komputer akan menjadi “katalis yang
sangat mendalam dan radio perubahan dalam sistem pendidikan” (hal. 422) dan
pada tahun 1990, peranan komputer akan menjadi bagian umum dalam urusan di
sekolah-sekolah Amerika Serikat.
Meskipun
komputer akhirnya dapat memiliki dampak besar pada praktek pembelajaran di sekolah,
pada pertengahan 1990-an, memiliki dampak kecil. Survei mengungkapkan bahwa
pada 1995, meskipun sekolah-sekolah di Amerika Serikat yang dimiliki,
rata-rata, satu komputer untuk sembilan siswa, dampak komputer pada praktek
pembelajaran sangat minim, dengan sejumlah besar guru pelaporan penggunaan
sedikit atau tidak ada komputer untuk tujuan pembelajaran. Selain itu, dalam banyak kasus,
penggunaan komputer jauh dari inovatif. Di sekolah dasar, guru melaporkan bahwa
komputer sedang digunakan terutama untuk bidang praktek, pada tingkat menengah, laporan
menunjukkan bahwa komputer terutama digunakan untuk mengajar
keterampilan yang berkaitan dengan komputer seperti pengolah kata (Anderson
& Ronnkvi1999; Becker, 1998; Kantor Technology Assessment, 1995
Ø Perkembangan terbaru
Sejak
tahun 1995, kemajuan pesat dalam komputer dan teknologi digital lainnya, serta
Internet, telah menyebabkan minat yang meningkat pesat, dan penggunaan media.
Untuk tujuan pembelajaran, khususnya dalam pelatihan bisnis dan industri.
Sebagai contoh, sebuah survei terbaru dari lebih dari 750 perusahaan pelatihan
industri (Bassi & Van Buren, 1999) mengungkapkan bahwa persentase dari
pelatihan yang disampaikan melalui teknologi baru seperti CD-ROM, intranet, dan
internet meningkat dari kurang dari 6% di tahun 1996 menjadi lebih dari 9% pada
tahun 1997 dan diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 22% pada tahun
2000. Survei lain baru-baru ini melaporkan bahwa pada tahun 1999, 14% dari
semua pelatihan formal disampaikan melalui komputer (“Industri Laporan 1999″,
1999). Dalam beberapa tahun terakhir, minat dalam menggunakan
Internet untuk tujuan pembelajaran juga telah berkembang pesat dalam pendidikan
tinggi dan militer. Sebagai contoh, antara 1994-95 dan 1997-98 tahun akademik,
pendaftaran dalam kursus-kursus belajar jarak jauh di lembaga pendidikan tinggi
di Amerika Serikat hampir dua kali lipat, dan persentase institusi yang
menawarkan program pembelajaran jarak jauh meningkat dari 33% menjadi 44%,
dengan 78% dari publik empat tahun lembaga yang menawarkan program tersebut.
Selain itu, sedangkan pada tahun 1995, hanya 22% dari lembaga pendidikan tinggi
menawarkan program pembelajaran jarak jauh menggunakan teknologi internet
berbasis asynchronous, pada tahun 1997-98 akademik, 60% dari lembaga
melakukannya (Lewis. Salju, Farris, Levin, & Greene, 1999). Dalam militer,
pada tahun 2000, Sekretaris Angkatan Darat AS mengumumkan bahwa 5600000000 akan
dihabiskan selama enam tahun ke depan untuk memungkinkan tentara untuk mengambil
kursus pendidikan jarak jauh melalui Internet (Carr, 2000).
Sejak
tahun 1995, ada juga peningkatan yang signifikan dalam jumlah teknologi yang
tersedia di sekolah-sekolah di Amerika Serikat. Sebagai contoh, hasil survei
nasional 1998 (Anderson & Ronnkvist, 1999) mengungkapkan bahwa sementara
pada tahun 1995 rata-rata ada satu komputer untuk setiap sembilan siswa, pada
tahun 1998 rasio tersebut telah dikurangi menjadi satu komputer untuk setiap
enam siswa. Selain itu, persentase sekolah yang memiliki akses Internet
meningkat dari 50% pada 1995 menjadi 90% pada tahun 1998. Namun,. sebagaimana
telah terjadi sepanjang sejarah media pembelajaran, peningkatan hadirnya
teknologi di sekolah-sekolah tidak selalu berarti meningkatan penggunaan
teknologi untuk tujuan pembelajaran. Anderson & Ronnkvist (1999) juga
menyatakan bahwa meskipun jumlah komputer di sekolah telah meningkat, sebagian
besar komputer yang cukup terbatas dalam hal perangkat lunak yang mereka
jalankan. Selanjutnya, mereka menunjukkan bahwa meskipun sebagian besar sekolah
sekarang memiliki akses Internet, akses Internet terbatas di banyak sekolah,
dengan beberapa siswa mampu menggunakannya pada sekolah mereka. Pengamatan ini
membuat sulit untuk memastikan sejauh mana praktik pembelajaran di sekolah-sekolah
telah dipengaruhi oleh adanya peningkatan media.
Terlepas
dari ketidakpastian tentang sejauh mana penggunaan media di sekolah, sebagian
besar bukti yang dikutip jelas menunjukkan bahwa sejak tahun 1995, telah
terjadi peningkatan yang signifikan dalam penggunaan media pembelajaran dalam
berbagai pengaturan, mulai dari bisnis dan industri untuk pendidikan militer
dan lebih tinggi. Dalam bisnis, industri, dan militer, Internet telah dilihat
sebagai sarana memberikan pembelajaran dan informasi untuk pelajar tersebar luas dengan biaya yang
relatif rendah. Selain itu, dalam banyak kasus, aksesibilitas komputer yang
mudah memungkinkan peserta didik untuk menerima dukungan instruksi dan / atau
kinerja (seringkali dalam bentuk sistem pendukung kinerja elektronik atau
sistem manajemen pengetahuan) kapan dan di mana mereka membutuhkannya, karena
mereka melakukan tugas-tugas pekerjaan tertentu.
Dalam
pendidikan tinggi, pendidikan jarak jauh melalui Internet telah dilihat sebagai
metode rendah biaya menyediakan pembelajaran untuk siswa yang, karena berbagai
faktor (misalnya, pekerjaan dan tanggung jawab keluarga jarak geografis.),
Tidak mungkin sebaliknya telah mampu menerimanya. Namun, pertanyaan tentang
efektivitas-biaya dari instruksi tersebut masih belum terjawab (Hawkridge.
1999). Alasan lain bahwa media baru yang digunakan untuk tingkat
yang lebih besar mungkin karena peningkatan kemampuan interaktif dari media.
Moore (1989) menjelaskan tiga jenis interaksi antara agen yang biasanya
terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Interaksi ini antara peserta didik dan
konten pembelajaran, antara pelajar dan instruktur, dan di antara pembelajar
sendiri. Sifat media pembelajaran yang umum selama beberapa bagian dari ketiga
dua yang pertama, dari abad lalu (e., .. film dan televisi pembelajaran)
dipekerjakan terutama sebagai sarana memiliki peserta didik berinteraksi dengan
isi pembelajaran . Sebaliknya, melalui penggunaan fitur seperti e-mail, chat
room dan bulletin board, Internet sering digunakan sebagai sarana untuk peserta
didik dengan instruktur dengan pelajar lain, serta dengan konten pembelajaran. Ini adalah salah satu contoh
bagaimana beberapa media baru membuatnya lebih mudah untuk mempromosikan,
berbagai jenis interaksi yang digambarkan oleh Moore.
Selain
itu, kemajuan dalam teknologi komputer, khususnya berkaitan dengan
meningkatkannya kemampuan multimedia media ini, membuat lebih mudah bagi
pendidik untuk merancang pengalaman belajar yang melibatkan interaksi antara
peserta didik lebih konten pembelajaran daripada sebelumnya. Misalnya, seperti
jumlah dan jenis informasi yang dapat disajikan oleh komputer telah meningkat,
jenis umpan balik serta jenis masalah, yang dapat disajikan kepada peserta
didik telah sangat diperluas. Kemampuan ini meningkatkan pembelajaran menjadi
menarik perhatian banyak pendidik. Selain itu, kemampuan komputer untuk
menyajikan informasi dalam berbagai bentuk, serta memungkinkan peserta didik
untuk mudah link ke berbagai konten, telah menarik minat perancang pembelajaran
memiliki perspektif konstruktivis. Orang yang sangat peduli dengan penyajian
masalah otentik (mis. “dunia nyata”) dalam lingkungan belajar di mana peserta
didik memiliki banyak kontrol atas kegiatan yang mereka terlibat dalam dan
alat-alat dan sumber daya yang mereka gunakan, menemukan teknologi digital yang
baru lebih akomodatif daripada pendahulunya.
Seperti
beberapa contoh dalam beberapa paragraf sebelumnya menunjukkan, bahwa dalam
beberapa tahun terakhir komputer, Internet. dan teknologi digital lainnya
sering digunakan untuk meningkatkan pembelajaran dan kinerja melalui beberapa
cara non-tradisional. Sebagai contoh, sistem kinerja komputer dibantu dukungan
elektronik. sistem manajemen pengetahuan, dan pelajar-berpusat lingkungan
belajar sering berfungsi sebagai alternatif untuk pelatihan atau pembelajaran langsung. Ketika dampak masa kini
media pembelajaran sedang dipertimbangkan, jenis aplikasi tidak boleh
diabaikan.
Ø Kesimpulan Mengenai Sejarah Media pembelajaran
Dari
banyak pelajaran yang dapat kita pelajari dengan meninjau sejarah media
pembelajaran, mungkin salah satu yang paling penting melibatkan perbandingan
antara efek diantisipasi dan aktual media pada praktek pembelajaran. Sebagai mana Kuba (1986) telah
menunjukkan, saat kita meninjau-melihat kembali selama abad terakhir dari
sejarah media, Anda mungkin perlu diperhatikan pola berulang dari harapan dan
hasil. Sebagai media baru memasuki adegan pendidikan, ada banyak minat awal dan
antusiasme banyak tentang efek kemungkinan untuk memiliki pada praktek pembelajaran. Namun, antusiasme dan ketertarikan
akhirnya memudar, dan pemeriksaan mengungkapkan bahwa media memiliki dampak
minimal terhadap praktek tersebut. Misalnya, prediksi optimis Edison bahwa film
akan merevolusi pendidikan terbukti tidak benar, dan antusiasme untuk televisi pembelajaran yang ada selama tahun 1950 sangat
berkurang pada pertengahan tahun 1960-an, dengan dampak kecil pada pembelajaran di sekolah. Kedua contoh melibatkan
penggunaan media di sekolah-sekolah, pengaturan di mana penggunaan media pembelajaran
telah paling erat diperiksa. Namun, data mengenai penggunaan media pembelajaran
dalam bisnis dan industri mendukung kesimpulan serupa, yaitu, bahwa meskipun
antusiasme tentang penggunaan media pembelajaran dalam bisnis dan industri,
sampai saat ini media yang memiliki dampak minimal terhadap praktik
pembelajaran dalam lingkungan tersebut.
Bagaimana
dengan prediksi, pertama dibuat pada 1980-an, bahwa komputer akan merevolusi
instruksi? Sebagai data dari sekolah mengungkapkan, pada pertengahan 1990-an,
bahwa revolusi tidak terjadi. Namun, data dari paruh kedua dekade menunjukkan
kehadiran berkembang, dan mungkin penggunaan, komputer dan internet di sekolah.
Selain itu, selama akhir 1990-an, media ini mengambil peran dukungan semakin
besar dalam pembelajaran dan kinerja dan juga dalam pengaturan lainnya seperti
bisnis dan industri dan pendidikan tinggi. Apakah dampak media pada pembelajaran lebih besar di masa depan daripada
itu telah di masa lalu?
Berdasarkan
alasan tersebut untuk meningkatnya penggunaan media baru, adalah wajar untuk
memperkirakan bahwa selama dekade berikutnya, komputer, internet, dan media
digital lainnya akan membawa perubahan besar dalam praktek pembelajaraan dari media yang mendahului mereka.
Namun, mengingat sejarah media dan dampaknya pada praktik pembelajaran, adalah
juga wajar untuk mengharapkan bahwa perubahan tersebut, baik di sekolah dan
pengaturan pembelajaran
lainnya, cenderung terjadi lebih lambat dan kurang luas daripada media yang
paling penggemar saat ini memprediksi.
Ø Sejarah Desain Pembelajaran
Seperti
disebutkan sebelumnya, selain erat kaitannya dengan media pembelajaran, bidang
desain pembelajaran dan teknologi juga telah berhubungan erat dengan penggunaan
sistematis prosedur desain pembelajaran. Berbagai set prosedur yang sistematis
desain pembelajaran (atau model) telah dikembangkan dan
telah dirujuk oleh istilah-istilah seperti pendekatan sistem, sistem desain pembelajaran (ISD) pengembangan
pembelajaran, dan desain pembelajaran. Meskipun kombinasi spesifik dari
prosedur sering bervariasi dari satu model desain pembelajaran ke model
berikutnya, sebagian besar model termasuk analisis masalah pembelajaran dan
desain, pengembangan, implementasi dan evaluasi prosedur pembelajaran dan materi yang bertujuan untuk
memecahkan masalah tersebut. Bagaimana proses desain pembelajaran muncul
menjadi ada? Bahasan ini akan fokus pada menjawab pertanyaan itu.
Ø Asal Usul Desain Pembelajaran (Perang Dunia II)
Asal-usul
prosedur desain pembelajaran telah ditelusuri pada Perang Dunia II (Dick,
1987). Selama perang, sejumlah besar psikolog dan pendidik yang memiliki
pelatihan dan pengalaman dalam melakukan penelitian eksperimental dipanggil
untuk melakukan penelitian dan mengembangkan bahan pelatihan untuk layanan
militer. Individu-individu ini, termasuk Robert Gagne. Leslie Briggs, John
Flanagan, dan banyak lainnya, memberikan pengaruh yang cukup besar pada
karakteristik bahan-bahan pelatihan yang dikembangkan, banyak mendasarkan
pekerjaan mereka pada prinsip-prinsip pembelajaran berasal dari penelitian dan
teori pembelajaran, belajar, dan perilaku manusia
(Baker, 1973; Saettler, 1990)
Selain
itu, psikolog menggunakan pengetahuan mereka tentang evaluasi dan pengujian
untuk membantu menilai keterampilan peserta pelatihan dan memilih orang yang
paling mungkin bermanfaat dari program pelatihan tertentu. Sebagai contoh, pada
satu titik dalam perang, tingkat kegagalan dalam program pelatihan penerbangan
khusus ini sangat tinggi. Untuk mengatasi masalah ini, psikolog memeriksa
keterampilan intelektual, psikomotor dan persepsi umum dari individu yang
berhasil melakukan keterampilan yang diajarkan dalam program, dan kemudian tes
dikembangkan yang diukur sifat-sifat ini. Tes ini digunakan untuk menyaring
calon-calon untuk program ini, orang-orang yang mencetak sedang diarahkan ke
program lain. Sebagai hasil dari menggunakan pemeriksaan keterampilan masuk
sebagai perangkat skrining, militer mampu secara signifikan meningkatkan persentase
personil yang berhasil menyelesaikan program (Gagne, komunikasi pribadi, 1985).
Setelah
perang, banyak psikolog yang bertanggung jawab atas keberhasilan program
pelatihan Dunia II Perang militer terus bekerja pada pemecahan masalah
pembelajaran. Organisasi seperti Institut Amerika untuk Penelitian yang
estiablished untuk tujuan ini. Selama 1940-an dan sepanjang 1950-an, psikolog
yang bekerja untuk organisasi tersebut dimulai melihat pelatihan sebagai suatu
sistem, dan mengembangkan sejumlah analisis yang inovatif, desain, dan prosedur
evaluasi (Dick, 1987). Sebagai contoh. selama periode ini, tugas metodologi
analisis rinci dikembangkan oleh Robert B. Miller sementara ia bekerja pada
proyek-proyek untuk militer (Miller. 1953. 1962). Pekerjaannya dan orang-orang
dari pionir awal lain di bidang desain pembelajaran dirangkum dalam Prinsip Psikologis
dalam Sistem Dei’elopmenr, diedit oleh Gagne (1962b).
Ø Awal Perkembangan (Gerakan Programmed Pembelajaran)
Gerakan
pembelajaran diprogram, yang berlangsung dari
pertengahan 1950-an melalui pertengahan 1960-an, terbukti menjadi faktor
utama dalam pengembangan pendekatan sistem. Pada tahun 1954, pasal BF Skinner
berjudul Ilmu dan Seni Belajar Mengajar memulai apa yang bisa disebut sebuah
revolusi kecil dalam bidang pendidikan. Dalam artikel ini dan yang kemudian
(misalnya, Skinner, 1958), Skinner menggambarkan ide-idenya tentang persyaratan
untuk belajar manusia meningkat dan karakteristik yang diinginkan dari bahan pembelajaran yang efektif. Skinner menyatakan
bahwa bahan tersebut, yang disebut bahan pembelajaran diprogram, harus
menyajikan pembelajaran
dalam langkah-langkah kecil, memerlukan respon aktif untuk pertanyaan yang
sering dipertanyakan, memberikan umpan balik segera, dan memungkinkan untuk
pelajar diri mondar-mandir. Selain itu, karena setiap langkah kecil, ia
berpikir bahwa peserta didik akan menjawab semua pertanyaan dengan benar dan
dengan demikian secara positif diperkuat oleh umpan balik yang mereka terima. Proses yang Skinner (lih. Lumsdaine &
Glaser, 1960) dijelaskan untuk mengembangkan pembelajaran diprogram dicontohkan suatu
pendekatan empiris untuk memecahkan masalah pendidikan. Data mengenai efektivitas bahan
dikumpulkan, kelemahan diidentifikasi pembelajaran, dan bahan direvisi sesuai.
Selain itu percobaan dan prosedur revisi, yang kini disebut evaluasi formatif,
proses untuk mengembangkan bahan diprogram melibatkan banyak langkah yang
ditemukan dalam model desain pembelajaran saat ini. Sebagai Heinich (1970) menunjukkan bahwa, pembelajaran terprogram telah dikreditkan oleh
beberapa dengan memperkenalkan pendekatan sistem untuk pendidikan. Dengan
menganalisis dan mogok konten ke tujuan perilaku tertentu, merancang
langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan, menyiapkan prosedur
untuk mencoba dan merevisi langkah-langkah, dan memvalidasi program terhadap
pencapaian tujuan, pembelajaran program berhasil menciptakan pembelajaran kecil tapi efektif dari sistem
pembelajaran teknologi.
Ø Para Popularisasi Tujuan Perilaku
Sebagaimana
ditunjukkan, yang terlibat dalam merancang bahan pembelajaran diprogram sering
kali memulai dengan mengidentifikasi tujuan peserta didik tertentu yang
menggunakan bahan-bahan diharapkan untuk mencapai tujuan. Pada tahun 1962,
Robert Mager mengenali kebutuhan untuk mengajar para pendidik bagaimana menulis
tujuan, menulis, mempersiapkan tujuan untuk tindakan terprogram. Bahasan ini
menjelaskan bagaimana untuk menulis tujuan yang mencakup deskripsi perilaku
peserta didik yang diinginkan, kondisi di mana perilaku harus dilakukan, dan
standar (kriteria) dengan mana perilaku harus dinilai. Masa kini banyak
penganut proses desain pembelajaran menganjurkan persiapan tujuan yang
mengandung ketiga unsur. Meskipun Mager mempopulerkan
penggunaan tujuan, konsep itu dibahas dan digunakan oleh pendidik setidaknya
selama awal 1900-an. Di antara pendukung awal penggunaan tujuan jelas
dinyatakan adalah Bobbitt, Charters, dan Burk (Gagne, 1965a). Namun, Ralph
Tyler sering dianggap sebagai bapak dari gerakan tujuan perilaku. Pada tahun
1934, ia menulis bahwa tujuan harus didefinisikan dalam istilah yang menentukan
perilaku saja harus membantu mengembangkan (dikutip dalam Walbesser &
Eisenberg, 1972). Selama studi Delapan Tahun yang terkenal yang diarahkan Tyler
bahwa ditemukan bahwa sekolah ketika tidak menetapkan tujuan, tujuan tersebut
biasanya cukup jelas. Pada akhir proyek, bagaimanapun, itu menunjukkan bahwa
tujuan bisa diklarifikasi dengan menyatakan bahwa tujuan bisa berfungsi sebagai
dasar untuk mengevaluasi efektivitas pembelajaran (Borich, 1980; Tyler, 1975a).
Pada
tahun 1950, tujuan perilaku diberi dorongan lain ketika Benjamin Bloom dan
rekan-rekannya menerbitkan Taksonomi Tujuan Pendidikan (1956). Para penulis
dari karya ini menunjukkan bahwa dalam domain kognitif ada berbagai jenis hasil
belajar, bahwa tujuan dapat diklasifikasikan menurut jenis perilaku peserta
didik yang dijelaskan di dalamnya, dan bahwa ada hubungan hirarki antara
berbagai jenis hasil. Selain itu, mereka menunjukkan bahwa tes harus dirancang
untuk mengukur masing-masing jenis hasil. Sebagaimana akan dilihat dalam
bahasan ini, gagasan yang sama dijelaskan oleh pendidik lainnya memiliki
implikasi signifikan untuk desain pembelajaran yang sistematis.
Ø Kriteria-Referensi Gerakan Pengujian
Pada
awal 1960-an, faktor lain yang penting dalam pengembangan proses desain
pembelajaran adalah munculnya kriteria-referensi pengujian. Sampai saat itu,
tes yang paling mengacu pada tes norma, dirancang untuk menyebarkan kinerja
peserta didik, sehingga dalam beberapa siswa baik-baik pada tes dan orang lain
melakukan buruk. Sebaliknya, tes yang mengacu pada kriteria ini dimaksudkan
untuk mengukur seberapa baik seorang individu dapat melakukan perilaku tertentu
atau seperangkat perilaku, terlepas dari bagaimana orang lain juga melakukan.
Pada awal 1932, Tyler telah menunjukkan bahwa tes Bisa digunakan untuk tujuan
tersebut (Dale. 1967). Dan kemudian, Flanagan (1951) dan Ehel (1962)
mendiskusikan perbedaan antara tes tersebut dan ukuran norma. Namun, Robert
Glaser (1963:. Glaser & Klaus 1962) adalah orang pertama yang menggunakan
istilah kriteria. Dalam membahas langkah-langkah tersebut. Glaser (1963)
menunjukkan bahwa dapat digunakan untuk menilai perilaku siswa dan untuk
menentukan sejauh mana siswa telah memperoleh perilaku program pembelajaran
dirancang untuk mengajar.
Ø Robert M. Gagne (Domain Belajar, kegiatan
pembelajaran,
dan Analisis Hirarkis)
Peristiwa
penting lainnya dalam sejarah desain pembelajaran terjadi pada tahun 1965, dengan
penerbitan edisi pertama The Conclirions off Belajar, ditulis oleh Robert Gagne
(I965b). Dalam buku ini, Gagne menggambarkan lima domain, atau jenis,
pembelajaran hasil dan informasi lisan, keterampilan intelektual, keterampilan
psikomotor, sikap, dan kognitif strategi, masing-masing yang dibutuhkan berbeda
kondisi masing-masingnya untuk meningkatkan pembelajaran. Gagne juga memberikan
deskripsi rinci dari kondisi-kondisi untuk setiap jenis hasil pembelajaran. Dalam volume yang sama, Gagne juga
menggambarkan peristiwa pembelajaran, atau kegiatan mengajar, bahwa ia dianggap penting untuk
mempromosikan pencapaian dari setiap jenis hasil belajar. Gagne juga
menggambarkan kejadian pembelajaran yang secara khusus penting untuk hasil dan
membahas keadaan di mana peristiwa tertentu dapat dikecualikan. Dalam edisi
keempat (Gagne, 1985). Deskripsi Gagne tentang berbagai jenis hasil
pembelajaran dan peristiwa pembelajaran tetap dari praktek desain pembelajaran.
Gagne
bekerja di bidang hierarki belajar dan hirarkis analisis juga memiliki dampak
yang signifikan pada bidang desain pembelajaran. Pada awal 1960-an dan kemudian
karirnya (misalnya,-Gagne, 1962a, 1985; Gagne, Briggs, & Wager, 1992; Gagne
& Medsker, 1996), Gagne menunjukkan bahwa keterampilan dalam domain
keterampilan intelektual memiliki hubungan hirarkis masing-masing: agar mudah
belajar melakukan keterampilan superordinate, yang pertama harus menguasai
keterampilan bawahan untuk itu. Konsep ini mengarah pada gagasan penting yang
harus dirancang sehingga untuk memastikan bahwa peserta didik memperoleh
keterampilan bawahan sebelum mereka mencoba untuk memperoleh yang lebih tinggi.
Gagne
melanjutkan untuk menggambarkan proses analisis hirarkis untuk mengidentifikasi
keterampilan bawahan. Proses ini tetap merupakan fitur kunci dalam banyak model
desain pembelajaran.
Ø Sputnik (Launching Langsung Evaluasi Formatif)
Pada
tahun 1957, ketika Uni Soviet meluncurkan Sputnik, satelit yang mengorbit ruang
pertama, serangkaian acara yang akhirnya berdampak besar pada proses desain
pembelajaran. Pemerintah AS, terkejut oleh keberhasilan upaya Soviet,
menanggapi dengan menuangkan jutaan dolar ke dalam memperbaiki matematika dan
pendidikan sains di Amerika Serikat. Bahan-bahan pembelajaran yang dikembangkan
dengan dana ini biasanya ditulis materi pelajarannnya ditulis oleh dan
diproduksi tanpa seleksi. Bertahun-tahun kemudian, pada pertengahan-I960-an,
ketika ditemukan bahwa banyak dari bahan-bahan ini tidak terlalu efektif,
Michael Scriven (1967) menunjukkan perlunya untuk mencoba rancangan materi
pembelajaran dengan peserta didik sebelum bahan dimasukkan ke dalam bentuk
akhir. Proses ini akan memungkinkan pendidik untuk memeriksa bahan dan jika
perlu, merevisinya sementara bahan masih dalam stases formatif. Scriven sebut
ini uji coba dan revisi proses evaluasi formatif dan membandingkannya dengan
apa yang ia sebut evaluasi sumatif, pengujian bahan pembelajaran setelah mereka dalam bentuk terakhir
mereka.
Meskipun
istilah formatif dan evaluasi sumatif evaluasi yang diciptakan oleh Scriven,
perbedaan antara pendekatan sebelumnya dibuat oleh Lee Cronbach (1963). Selain
itu, selama 1940-an dan 1950-an, sejumlah pendidik, seperti Arthur Lumsdaine,
Mark Mei. dan CR Carpenter, dijelaskan prosedur untuk mengevaluasi bahan
pengajaran yang masih dalam tahap pembentukan (Cambre, 1981). Namun, meskipun
tulisan-tulisan seperti pendidik, sangat sedikit dari produk pembelajaran yang
dikembangkan pada 1940-an dan 1950-an melewati apapun proses evaluasi formatif.
Situasi ini agak berubah pada 1950-an dan 1960-an melalui banyak bahan
pengajaran terprogram yang dikembangkan selama periode yang diuji ketika mereka
sedang dikembangkan. Namun. penulis seperti Susan Markle (1967) mencela
kurangnya ketelitian dalam proses pengujian. Dalam terang masalah ini. Prosedur
ini mirip dengan teknik evaluasi formatif dan sumatif yang umumnya seperti saat
kini.
Ø Permulaan Model Ddesain Pembelajaran
Pada
awal dan pertengahan 1960-an, konsep-konsep yang sedang dikembangkan di
berbagai bidang seperti analisis tugas, spesifikasi tujuan, dan
kriteria-referensi pengujian yang dihubungkan bersama untuk membentuk sebuah
proses, atau model, untuk secara sistematis mendesain materi pembelajaran. Di
antara individu-individu pertama untuk menggambarkan model seperti itu Gagne
(1962b). Glaser (1962 1965.), Dan Silvem (1964). Mereka menggunakan
istilah-istilah seperti desain pembelajaran, pengembangan sistem, pembelajaran yang sistematis, dan sistem
pembelajaran untuk menggambarkan model yang mereka ciptakan. Model desain
pembelajaran lainnya yang diciptakan dan digunakan selama dekade ini termasuk
yang dijelaskan oleh Banathy (1968), Barson (1967), dan Hamerus (1968).
Ø Tahun 1970 (Kepentingan yang berkembang dalam
Desain Pembelajaran)
Selama
tahun 1970, jumlah model desain pembelajaran sangat meningkat. Bangunan pada
karya-karya orang terdahulu, banyak orang menciptakan model baru untuk secara
sistematis merancang pembelajaran (misalnya, Dick & Carey, 1978; Gagne & Briggs,
1974; Gerlach & Ely, 1971; Kemp, 1971). Memang, oleh er.J dekade, lebih
dari empat puluh model seperti telah diidentifikasi (Andrews & Bagus,
1980). Selama tahun 1970-an, minat dalam proses desain pembelajaran
berkembang dalam berbagai sektor yang berbeda. Pada tahun 1975, beberapa cabang
dari militer AS mengadopsi model desain pembelajaran (Branson dkk., 1975) yang
dimaksudkan untuk memandu pengembangan bahan pelatihan dalam cabang-cabang. Di
akademisi, banyak pusat peningkatan pengajaran diciptakan selama paruh pertama
dekade dengan maksud membantu penggunaan media fakultas dan prosedur desain
pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pengajaran mereka (Gaff. 1975;
Gustafson & Bratton, 1984). Selain itu, program pascasarjana dalam desain
pembelajaran banyak diciptakan (Partridge & Tennyson, 1979; Redfield &
Dick, 1984;.. Silber 1982). Dalam bisnis dan industri, banyak organisasi,
melihat nilai dengan menggunakan pembelajaran sebagai tanda untuk meningkatkan
kualitas pelatihan, mulai mengadopsi pendekatan (lih. Mager, 197: Miles, 1983).
Dibanyak negara internasional seperti Korea Selatan. Liberia. dan Indonesia,
melihat manfaat menggunakan desain pembelajaran untuk memecahkan masalah
pembelajaran di negara-negara (Chadwick. 1986; Morgan, 1989). Bangsa ini
mendukung program-program desain pembelajaran, organisasi dibuat untuk
mendukung penggunaan desain pembelajaran, dan dukungan yang diberikan kepada
individu menginginkan pelatihan di bidang ini. Banyak dari perkembangan ini
adalah dicatat dalam Journal of Instructional Pembangunan, sebuah jurnal yang
pertama kali diterbitkan pada tahun 1970-an dan itulah cikal bakal pengembangan
bagian Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pendidikan.
Ø Tahun 1980-an (Pertumbuhan dan Pengalihan)
Dalam
banyak sektor, kepentingan dalam desain pembelajaran yang selama dekade
sebelumnya terus tumbuh selama tahun 1980. Kepentingan dalam proses desain
pembelajaran tetap kuat dalam bisnis dan industri (Bowsher, 1989:. Galagan
1989). Dalam militer (Chevalier, 1990; Finch, 1987; McCombs, 1986), dan di arena
internasional (Ely & Plomp, 1986;Morgan 1989.Berbeda dengan pengaruhnya di
sektor tersebut, selama tahun 1980, desain pembelajaran memiliki dampak minimal
di daerah lain. Dalam arena sekolah umum, upaya pengembangan kurikulum beberapa
terlibat penggunaan dasar proses desain pembelajaran (misalnya, Spady, 1988),
dan beberapa buku desain pembelajaran bagi para guru yang diproduksi (misalnya,
Dick & Reiser, 1989: Gerlach & Ely, 1980; Sullivan & Higgins,
1983). Namun, meskipun dari upaya ini, bukti menunjukkan bahwa desain
pembelajaran mengalami dampak kecil pada instruksi di sekolah negeri (Branson
& Grow, 1987; Burkman, 1987b; Rossett & Garbosky, 1987). Dalam nada
yang sama, dengan beberapa pengecualian (misalnya, Diamond, 1989), praktek
desain pembelajaran memiliki dampak minimal dalam pendidikan tinggi. Sedangkan
pusat peningkatan pengajaran di pendidikan tinggi berkembang dalam jumlah
melalui pertengahan 1970-an, pada tahun 1983 lebih dari seperempat dari
organisasi tersebut telah dibubarkan, dan ada kecenderungan penurunan umum
dalam anggaran pusat yang tersisa (Gustafson & Bratton, 1984) . Burkman
(1987a, 1987b) memberikan analisis mencerahkan satu alasan mengapa upaya desain
pembelajaran di sekolah dan universitas belum berhasil, dan kondisi ini kontras
dengan kondisi yang lebih menguntungkan yang ada di bisnis dan militer.
Selama
tahun 1980, ada tumbuh bagaimana prinsip-prinsip psikologi kognitif dapat
diterapkan dalam proses desain pembelajaran, dan sejumlah publikasi menguraikan
aplikasi potensial dijelaskan (misalnya, Bonner, 1988; Divesta & Rieber,
1987; “Wawancara dengan Robert M. Gagnc, “1982; Low, 1980). Namun, beberapa
tokoh di lapangan telah menunjukkan bahwa efek sebenarnya psikologi kognitif
pada praktek desain pembelajaran selama dekade ini agak kecil (Dick, 1987;
Gustafson, 1993). Faktor yang tidak memiliki efek besar pada praktek desain
pembelajaran pada tahun 1980 adalah meningkatnya minat dalam penggunaan
mikrokomputer untuk tujuan pembelajaran. Dengan munculnya perangkat ini. banyak
profesional di bidang desain pembelajaran mengalihkan perhatian mereka untuk
memproduksi instruksi berbasis komputer (Dick, 1987; Shrock, 1995). Lain
membahas kebutuhan untuk mengembangkan model baru dari desain pembelajaran
untuk mengakomodasi kemampuan interaktif teknologi ini (Merrill, Li, &
Jones, 1990a, 1990b). Selain itu, komputer mulai digunakan sebagai alat untuk
mengotomatisasi beberapa tugas desain pembelajaran (Merrill & Li. 1989).
Ø Tahun 1990-an (Views Mengubah dan Praktek)
Selama
tahun 1990-an, berbagai perkembangan memiliki dampak yang signifikan terhadap
prinsip-prinsip desain pembelajaran dan praktek. Sebagaimana ditunjukkan di
atas, salah satu pengaruh utama adalah teknologi kinerja gerakan, yang
memperluas lingkup bidang desain pembelajaran. Sebagai hasil dari gerakan ini,
banyak desainer pembelajaran mulai lebih berhati-hati melakukan analisis
tentang penyebab masalah kinerja, dan seringkali menemukan bahwa pelatihan
miskin, atau kurangnya pelatihan, bukan penyebabnya. Dalam kasus seperti banyak
desainer pembelajaran membekali solusi non-pembelajaran, seperti perubahan dalam sistem
insentif atau dalam lingkungan kerja, untuk memecahkan masalah tersebut (Dean,
1995).
Faktor
lain yang mempengaruhi lapangan selama 1990-an ada masukan yang tumbuh di
konstruktivisme, kumpulan pandangan yang sama terhadap pembelajaran dan
instruksi yang diperoleh meningkatnya popularitas sepanjang dekade. Itu,
prinsip-prinsip pembelajaran yang terkait dengan konstruktivisme meliputi
kebutuhan untuk (a) memecahkan masalah yang kompleks dan realistis, (b) bekerja
sama untuk memecahkan masalah tersebut, (c) memeriksa masalah dari berbagai
perspektif, (d) mengambil kepemilikan dari proses pembelajaran dan (e) menjadi
sadar akan peran mereka sendiri dalam proses konstruksi pengetahuan (Driscoll.
2 (00). Selama dekade terakhir, pandangan konstruktivis pembelajaran dan
pengajaran telah berdampak pada pikiran dan tindakan dari banyak teoretisi dan
praktisi di bidang desain pembelajaran. Sebagai contoh, penekanan pada merancang
konstruktivis “otentik:”. belajar tugas-tugas yang mencerminkan kompleksitas
dari lingkungan dunia nyata di mana peserta didik akan ia menggunakan
keterampilan yang mereka pelajari -memiliki efek pada bagaimana desain
pembelajaran yang sedang dilakukan dan diajarkan (Dick. 1996). Meskipun
beberapa berpendapat “tradisional” mengatakan bahwa praktek desain pembelajaran
dan prinsip-prinsip konstruktivis yang beberapa tahun terakhir telah banyak
menggambarkan bagaimana pertimbangan prinsip-prinsip konstruksi dapat
meningkatkan instruksional desain praktek.
Selama
tahun 1990-an, pertumbuhan yang cepat dalam penggunaan dan pengembangan sistem
pendukung kinerja elektronik juga menyebabkan perubahan sakit dalam sifat
pekerjaan yang dilakukan oleh banyak desainer pembelajaran. Mendukung kinerja
elektronik sistem berbasis komputer dirancang untuk menyediakan para pekerja
dengan bantuan kebutuhan untuk tugas-tugas pekerjaan, pada saat mereka
membutuhkan bantuan itu dan dalam bentuk yang akan paling membantu. Nasihat cerdas
sistem pembinaan dan ahli yang memberikan bimbingan dalam melakukan berbagai
kegiatan, dan alat pendukung disesuaikan kinerja yang mengotomatisasi dan
sangat menyederhanakan tugas-tugas pekerjaan banyak. Dengan menyediakan pekerja
dengan kinerja alat dan informasi yang mereka butuhkan, yang dirancang dengan
baik sistem kinerja elektronik pendukung dapat mengurangi kebutuhan untuk
pelatihan. Hal ini tidak mengherankan, bahwa selama dekade terakhir, sejumlah
organisasi pelatihan dan desainer pembelajaran berubah sebagian perhatian
mereka jauh dari program-program pelatihan merancang dan menuju merancang
sistem pendukung kinerja elektronik (Rosenberg. 2001).
Prototyping
cepat telah tren memiliki efek pada praktek pembelajaran. Proses cepat
prototyping cepat melibatkan mengembangkan produk prototipe dalam tahap sangat
awal dari sebuah proyek desain pembelajaran dan kemudian akan melalui
serangkaian ujicoba yang cepat dan siklus revisi sampai versi diterima dari
produk yang dihasilkan (Gustafson & Cabang. 1997a). Teknik desain telah
dianjurkan sebagai sarana memproduksi bahan-bahan pengajaran yang berkualitas.
Selama tahun 1990-an, meningkat minat dalam prototyping cepat antara praktisi
dalam bidang desain pembelajaran (misalnya, Gustafson & Cabang, 1997a).
Kecenderungan
terbaru lain yang telah mempengaruhi profesi desain pembelajaran telah menjadi
perhatian meningkat pesat dalam menggunakan Internet untuk pembelajaran jarak
jauh. Sejak tahun 1995, telah terjadi peningkatan besar dalam penggunaan
Internet untuk memberikan instruksi pada jarak (Bassi & Van Buren, 1999;
Lewis, Salju, Farris, Levin, & Greene, 1999). Sebagai permintaan untuk
program pembelajaran jarak jauh telah berkembang, sehingga memiliki pengakuan
bahwa untuk menjadi efektif, program-program tersebut tidak dapat hanya menjadi
on-line replika dari pembelajaran disampaikan dalam ruang kelas, melainkan, program tersebut
harus hati-hati dirancang dalam terang fitur pembelajaran yang bisa, dan tidak
bisa, akan dimasukkan ke dalam Internet berbasis program (Institut Kebijakan
Pendidikan Tinggi, 2000).
Manajemen
pengetahuan adalah salah satu tren terbaru telah mempengaruhi bidang desain
pembelajaran. Menurut Rossett (1999, manajemen pengetahuan melibatkan
mengidentifikasi, mendokumentasikan, dan menyebarkan pengetahuan eksplisit dan
tacit dalam suatu organisasi dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi
tersebut. Seringkali, pengetahuan yang berguna dan keahlian dalam suatu
organisasi tinggal dengan individu tertentu atau kelompok, tetapi tidak banyak dikenal
di luar kelompok atau individu. Namun, saat ini hari teknologi seperti program
database, groupware, dan intranet memungkinkan organisasi untuk “mengelola”
(yaitu, mengumpulkan, menyaring, dan menyebarkan) pengetahuan dan keahlian
dalam cara-cara yang sebelumnya tidak mungkin. Rosenberg (2001) menjelaskan
beberapa contoh tentang bagaimana atau-ganizations telah berubah beberapa
perhatian mereka jauh dari program pelatihan merancang dan untuk menciptakan
sistem manajemen pengetahuan. Rossett dan Donello (1999) menyarankan bahwa
sebagai kepentingan dalam manajemen pengetahuan terus, tumbuh, dan pelatihan
profesional lainnya akan bertanggung jawab tidak hanya untuk meningkatkan
kinerja manusia, tetapi juga untuk menemukan dan memperbaiki akses terhadap pengetahuan
organisasi yang bermanfaat. Jadi minat dalam manajemen pengetahuan adalah
mungkin untuk mengubah dan mungkin memperluas jenis tugas desainer pembelajaran
diharapkan untuk melakukan.
Bab III
Kesimpulan
Dari beberapa sejarah perkembangan
teknologi pendidikan di atas jelaslah bahwa teknologi Pendidikan merupakan satu bidang keilmuan yang tumbuh dari praktek pendidikan dan
gerakan komunikasi audio visual. Terutama pasca Perang Dunia II, teknologi
Pembelajaran semula dilihat sebagai teknologi yang berkaitan dengan penggunaan
peralatan, media dan sarana untuk mencapai tujuan pendidikan. Pada PD II ini
penerapan berbagai teknologi dianggap berhasil menyelasaikan masalahpelatihan
militer. Sehingga keberasilan ini mendorong terkenalnya istilah pelatihan yang
efektif dan efisien dengan penggunaan media pembelajaran.
Bidang keilmuan ini merupakan hasil
dari tumbuh kembang tiga aliran yang saling berkepentingan, yaitu media dalam
pendidikan, psikologi pembelajaran dan pendekatan sistem dalam pendidikan.
Dari banyak pelajaran yang dapat
kita pelajari dengan meninjau sejarah media pembelajaran, mungkin salah satu
yang paling penting melibatkan perbandingan antara efek diantisipasi dan aktual
media pada praktek instruksional. Sebagai mana Kuba (1986) telah menunjukkan,
saat kita meninjau-melihat kembali selama abad terakhir dari sejarah media,
Anda mungkin perlu diperhatikan pola berulang dari harapan dan hasil. Sebagai
media baru memasuki adegan pendidikan, ada banyak minat awal dan antusiasme
banyak tentang efek kemungkinan untuk memiliki pada praktek instruksional. Namun,
antusiasme dan ketertarikan akhirnya memudar, dan pemeriksaan mengungkapkan
bahwa media memiliki dampak minimal terhadap praktek tersebut. Misalnya,
prediksi optimis Edison bahwa film akan merevolusi pendidikan terbukti tidak
benar, dan antusiasme untuk televisi instruksional yang ada selama tahun 1950
sangat berkurang pada pertengahan tahun 1960-an, dengan dampak kecil pada
instruksi di sekolah. Kedua contoh melibatkan penggunaan media di
sekolah-sekolah, pengaturan di mana penggunaan media pembelajaran telah paling
erat diperiksa. Namun, data mengenai penggunaan media pembelajaran dalam bisnis
dan industri mendukung kesimpulan serupa, yaitu, bahwa meskipun antusiasme
tentang penggunaan media pembelajaran dalam bisnis dan industri, sampai saat
ini media yang memiliki dampak minimal terhadap praktik pembelajaran dalam
lingkungan tersebut.
Bagaimana dengan prediksi, pertama
dibuat pada 1980-an, bahwa komputer akan merevolusi pembelajaran? Sebagai data dari sekolah
mengungkapkan, pada pertengahan 1990-an, bahwa revolusi tidak terjadi. Namun,
data dari paruh kedua dekade menunjukkan kehadiran berkembang, dan mungkin
penggunaan, komputer dan internet di sekolah. Selain itu, selama akhir 1990-an,
media ini mengambil peran dukungan semakin besar dalam pembelajaran dan kinerja
dan juga dalam pengaturan lainnya seperti bisnis dan industri dan pendidikan
tinggi. Apakah dampak media pada instruksi lebih besar di masa depan daripada
itu telah di masa lalu?
Pendekatan sistem telah berhasil
diterapkan dalam varietas pengaturan pembelajaran (misalnya, Mager, 1977; Markle,
1977, Shoemarker, 1976:. Witherell et al, 1981), dan tampaknya akan mendapatkan
penerimaan yang lebih luas, terutama di organisasi pelatihan (misalnya , Miles,
1983). Namun demikian, di Amerika Serikat sulit untuk menemukan deskripsi dari
situasi di mana pendekatan sistem telah berhasil digunakan untuk memecahkan
masalah pendidikan masyarakat. Individual pembelajaran, seperti komputer, membantu pembelajaran, sistem personalisasi pembelajaran,
dan pembelajaran untuk pendekatan penguasaan, sedang banyak digunakan dalam
pengaturan pembelajaran.
Teknologi pembelajaran
didefinisikan sebagai perangkat audiovisual, pendekatan sistem, petunjuk
individual, atau beberapa kombinasi dari konsep, memiliki beberapa dampak di
lapangan.
Dalam bahasan ini dipisahkan antara
sejarah media pembelajaran dan sejarah desain pembelajaran, ada perbedaan dalam
kedua bidang tersebut. Banyak solusi pembelajaran melalui penggunaan proses
desain pembelajaran memerlukan kerja media pembelajaran. Selain itu, banyak
individu (misalnya, Clark, 1994; Kozma, 1994; Morrison, 1994; Reiser, 1994;
Shrock, 1994) berpendapat bahwa penggunaan media yang efektif untuk tujuan
pembelajaran membutuhkan perencanaan pembelajaran, seperti yang ditentukan oleh
model desain pembelajaran. Di bidang desain pembelajaran dan teknologi, mereka
yang bekerja dipengaruhi oleh pelajaran dari sejarah media dan sejarah desain
pembelajaran akan posisi yang baik untuk memiliki pengaruh positif pada
perkembangan masa depan dalam lapangan.
Berikut bentuk skema beberapa penerapan dan temuan pada
masa Perang Duni II
![]() |
DAFTAR PUSTAKA
Anglin,Gary J, (1991). Instructional Technology. Past, Present, and Future. Colorado:
Libraries unlimited.
Dimyati, M. Moh,
(2000).
Akulturasi Teknologi Pendidikan dalam Masyarakat Indonesia Transisional.
Malang: C.V. Wineka Media.
Raiser
Robert A, (2002).
Trends and Issues in Instructional Design and Technology. New
Jersey: Leasson Education ,inc.
Salama Dwi
Prawiradilaga, (2012). Wawasan Teknologi
Pendidikan. Jakarta: Kencana Pernada Media Group.
Sudjana Nana dan Rivai Ahmad, (1997).Teknologi Pembelajaran.
Bandung: Sinar Baru.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar